Muhammad
Abduh Tuasikal, MSc
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Alhamdulillah, tulisan kali
ini adalah bahasan terakhir dari kami mengenai sujud tilawah. Tulisan kali ini
masih melanjutkan tata cara sujud tilawah dan terakhir akan disinggung di
manakah saja letak ayat-ayat sajadah. Semoga bermanfaat.
Hukum Sujud
Tilawah Ditujukan pada Siapa Saja?
[Pertama] Sujud tilawah
ditujukan untuk orang yang membaca Al Qur’an dan ini berdasarkan
kesepakatan para ulama, baik ayat sajadah dibaca di dalam shalat ataupun di
luar shalat.
[Kedua] Lalu bagaimana
untuk orang yang mendengar bacaan Qur’an dan di sana terdapat ayat
sajadah? Apakah dia juga dianjurkan sujud tilawah?
Dalam kasus
kedua ini terdapat perselisihan di antara para ulama.
Pendapat
pertama mengatakan bahwa orang yang mendengar bacaan ayat sajadah dianjurkan untuk
sujud tilawah, walaupun orang yang membacanya tidak melakukan sujud. Pendapat
pertama ini dipilih oleh Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i, dan salah satu
pendapat Imam Malik.
Pendapat kedua mengatakan
bahwa orang yang mendengar bacaan ayat sajadah ikut bersujud jika dia menyimak
bacaan dan jika orang yang membaca ayat sajadah tersebut ikut bersujud.
Pendapat kedua ini dipilih oleh Imam Ahmad dan salah satu pendapat Imam Malik.
Inilah pendapat yang lebih kuat.
Dalil dari
pendapat kedua ini adalah dua hadits shahih berikut:
Hadits Ibnu
‘Umar: “Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca Al Qur’an yang di
dalamnya terdapat ayat sajadah. Kemudian ketika itu beliau bersujud, kami pun
ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami tidak mendapati tempat
karena posisi dahinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Mas’ud
pernah mengatakan pada Tamim bin Hadzlam yang saat itu adalah seorang pemuda
(ghulam), -tatkala itu dia membacakan pada Ibnu Mas’ud ayat sajadah-,
اسْجُدْ فَإِنَّكَ إِمَامُنَا فِيهَا
“Bersujudlah
karena engkau adalah imam kami dalam sujud tersebut.” (Diriwayatkan oleh Al
Bukhari secara mu’allaq). Al Bukhari membawakan hadits Ibnu ‘Umar di
atas dan riwayat Ibnu Mas’ud ini pada Bab “Siapa yang sujud karena sujud
orang yang membaca Al Qur’an (ayat sajadah).”
Perhatian: Disyariatkan
bagi orang yang mendengar bacaan ayat sajadah kemudian dia ikut bersujud adalah
apabila orang yang diikuti termasuk orang yang layak jadi imam. Jadi, apabila
orang yang diikuti tadi adalah anak kecil (shobiy) atau wanita, maka
orang yang mendengar bacaan ayat sajadah tadi tidak perlu ikut bersujud. Inilah
pendapat Qotadah, Imam Malik, Imam Asy Syafi’i dan Ishaq. (Lihat Al Mughni,
3/98)
Bolehkah
Melakukan Sujud Tilawah di Waktu Terlarang untuk Shalat?
Sujud tilawah
boleh dilakukan di waktu terlarang untuk shalat. Alasannya, karena sujud
tilawah bukanlah shalat. Sedangkan larangan shalat di waktu terlarang adalah
larangan khusus untuk shalat. Inilah pendapat yang lebih kuat di antara
pendapat para ulama. Inilah pendapat Imam Syafi’i dan salah satu pendapat dari
Imam Ahmad. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Hazm. (Lihat Shahih Fiqih
Sunnah, 1/452)
Bagaimana
Ketika Membaca Ayat Sajadah, Luput Dari Sujud Tilawah?
Dianjurkan
bagi orang yang membaca ayat sajadah atau mendengarnya langsung bersujud
setelah membaca ayat tersebut, walaupun mungkin telat beberapa saat. Namun,
apabila sudah lewat waktu yang cukup lama antara membaca ayat dan sujud, maka
tidak ada anjuran sujud sahwi karena dia sudah luput dari tempatnya. Inilah
pendapat Syafi’iyah dan Hanabilah. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/452)
Sujud Tilawah
Ketika Shalat
Dianjurkan
bagi orang yang membaca ayat sajadah dalam shalat baik shalat wajib maupun
shalat sunnah agar melakukan sujud tilawah. Inilah pendapat mayoritas ulama.
Hal ini dianjurkan pada shalat jama’ah atau sendirian dan shalat siriyah
(shalat dengan suara lirih seperti pada shalat zhuhur dan ashar) atau shalat
jariyah (shalat dengan suara keras seperti pada shalat maghrib dan isya).
عَنْ أَبِى رَافِعٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ أَبِى هُرَيْرَةَ الْعَتَمَةَ
فَقَرَأَ ( إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ ) فَسَجَدَ فَقُلْتُ مَا هَذِهِ قَالَ
سَجَدْتُ بِهَا خَلْفَ أَبِى الْقَاسِمِ – صلى الله عليه وسلم – فَلاَ أَزَالُ
أَسْجُدُ بِهَا حَتَّى أَلْقَاهُ
Dari Abu
Rofi’, dia berkata bahwa dia shalat Isya’ (shalat ‘atamah) bersama Abu
Hurairah, lalu beliau membaca “idzas samaa’unsyaqqot”, kemudian beliau
sujud. Lalu Abu Rofi’ bertanya pada Abu Hurairah, “Apa ini?” Abu Hurairah pun
menjawab, “Aku bersujud di belakang Abul Qosim (Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam) ketika sampai pada ayat sajadah dalam surat tersebut.” Abu Rofi’
mengatakan, “Aku tidaklah pernah bersujud ketika membaca surat tersebut sampai
aku menemukannya saat ini.” (HR. Bukhari no. 768 dan Muslim no. 578)
Namun
bagaimana jika shalatnya adalah shalat siriyah semacam shalat zhuhur dan shalat
ashar? Pada shalat tersebut, makmum tidak mendengar kalau imam membaca ayat
sajadah.
Sebagian ulama
Hanabilah mengatakan bahwa imam terlarang untuk membaca ayat sajadah dalam
shalat yang tidak dijaherkan suaranya (dikeraskan suaranya). Jika imam tersebut
tetap membaca ayat sajadah dalam shalat semacam itu, maka tidak
perlu ada sujud. Pendapat ini juga adalah pendapat Imam Abu Hanifah. Alasan
dari pendapat ini adalah agar tidak membuat kebingungan pada makmum.
Namun ulama
Syafi’iyah tidaklah melarang hal ini. Karena tugas makmum hanyalah mengikuti
imam. Jadi jika imam melakukan sujud tilawah, maka makmum hanya manut saja dan
dia ikut sujud. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا
وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
“Sesungguhnya
imam itu untuk diikuti. Jika imam bertakbir, maka bertakbirlah. Jika imam
sujud, maka bersujudlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitu pula
apabila seorang makmum tatkala dia berada jauh dari imam sehingga tidak bisa
mendengar bacaannya atau makmum tersebut adalah seorang yang tuli, maka dia
harus tetap sujud karena mengikuti imam.
Pendapat kedua
inilah yang lebih tepat. Inilah pendapat yang juga dipilih oleh Ibnu Qudamah.
(Lihat Al Mughni, 3/104)
Terlarang
Meloncati Ayat Sajdah Karena Alasan Supaya Tidak Sujud
Ibnu Qudamah
mengatakan, “Dimakruhkan melakukan ikhtishorus sujud yaitu
melompati ayat sajadah agar tidak bersujud. Yang berpendapat seperti ini adalah
Asy Sya’bi, An Nakho’i, Al Hasan, Ishaq. Sedangkan An Nu’man, sahabatnya
Muhammad dan Abu Tsaur memberi keringanan dalam hal ini.” Ibnu Qudamah lalu
mengatakan,
وَلَنَا أَنَّهُ لَيْسَ بِمَرْوِيٍّ عَنْ السَّلَفِ فِعْلُهُ ، بَلْ
كَرَاهَتُهُ
“Menurut kami,
tidak ada diriwayatkan dari seorang salaf pun yang melakukan semacam ini (yaitu
melompati ayat sajadah agar tidak melakukan sujud tilawah), bahkan mereka (para
salaf) memakruhkan hal ini.” (Lihat Al Mughni, 3/103)
Bagaimana
Jika Ayat Sajadah Berada Di Akhir Surat?
Surat yang
terdapat ayat sajadah di akhir adalah seperti surat An Najm ayat 62 dan surat
Al ‘Alaq ayat 19. Maka ada tiga pilihan dalam kasus ini.
[Pilihan
pertama] Ketika membaca ayat sajadah lalu melakukan sujud tilawah kemudian setelah
itu berdiri kembali dan membaca surat lain kemudian ruku’.
Hal ini
sebagaimana yang dilakukan oleh ‘Umar bin Khaththab. Ketika shalat shubuh,
beliau membaca surat Yusuf pada raka’at pertama. Kemudian pada raka’at kedua,
beliau membaca surat An Najm (dalam surat An Najm terdapat ayat sajadah, pen),
lalu beliau sujud (yaitu sujud tilawah). Setelah itu, beliau bangkit lagi dari
sujud kemudian berdiri dan membaca surat “Idzas samaa-un syaqqot” (Diriwayatkan
oleh ‘Abdur Rozaq dan Ath Thohawiy dengan sanad yang shahih)
[Pilihan
kedua] Jika ayat sajadah di ayat terakhir dari surat, maka cukup dengan
ruku’ dan itu sudah menggantikan sujud.
Ibnu Mas’ud
pernah ditanyakan mengenai surat yang di akhirnya terdapat ayat sajadah,
“Apakah ketika itu perlu sujud ataukah cukup dengan ruku’?” Ibnu Mas’ud
mengatakan, “Jika antara kamu dan ayat sajadah hanya perlu ruku’, maka itu
lebih mendekati.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih)
[Pilihan
ketika] Jika ayat sajadah di ayat terakhir di suatu surat, ketika membaca ayat
tersebut, lalu sujud tilawah, kemudian bertakbir dan berdiri kembali, lalu
dilanjutkan dengan ruku’ tanpa ada penambahan bacaan surat.
Dari tiga
pilihan di atas, cara pertama adalah yang lebih utama. (Lihat Shahih Fiqih
Sunnah, 453-454)
Bagaimana
Jika Membaca Ayat Sajadah Di Atas Mimbar?
Jika ayat
sajadah dibaca di atas mimbar, maka dianjurkan pula untuk melakukan sujud
tilawah dan para jama’ah juga dianjurkan untuk sujud. Namun apabila sujud itu
ditinggalkan, maka ini juga tidak mengapa. Hal ini telah ada riwayatnya
sebagaimana terdapat pada riwayat Ibnu ‘Umar yang telah lewat.
Di Mana
Sajakah Ayat Sajadah?
Ayat sajadah
di dalam Al Qur’an terdapat pada 15 tempat. Sepuluh tempat disepakati. Empat
tempat masih dipersilisihkan, namun terdapat hadits shahih yang menjelaskan hal
ini. Satu tempat adalah berdasarkan hadits, namun tidak sampai pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi sebagian melakukan sujud tatkala
bertemu dengan ayat tersebut. (Lihat pembahasan ini di Shahih Fiqih Sunnah,
1/454-458)
Sepuluh ayat
yang disepakati sebagai ayat sajadah
- QS. Al A’rof ayat 206
- QS. Ar Ro’du ayat 15
- QS. An Nahl ayat 49-50
- QS. Al Isro’ ayat 107-109
- QS. Maryam ayat 58
- QS. Al Hajj ayat 18
- QS. Al Furqon ayat 60
- QS. An Naml ayat 25-26
- QS. As Sajdah ayat 15
- QS. Fushilat ayat 38 (menurut mayoritas ulama), QS. Fushilat ayat 37 (menurut Malikiyah)
Empat ayat
yang termasuk ayat sajadah namun diperselisihkan, akan tetapi ada dalil shahih
yang menjelaskannya
- QS. Shaad ayat 24
- QS. An Najm ayat 62 (ayat terakhir)
- QS. Al Insyiqaq ayat 20-21
- QS. Al ‘Alaq ayat 19 (ayat terakhir)
Satu ayat yang
masih diperselisihkan dan tidak ada hadits marfu’ (hadits yang sampai pada
Nabi) yang menjelaskannya, yaitu surat Al Hajj ayat 77. Banyak sahabat yang
menganggap ayat ini sebagai ayat sajadah semacam Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Ibnu
Mas’ud, Abu Musa, Abud Darda, dan ‘Ammar bin Yasar.
Ibnu Qudamah
mengatakan,
لَمْ نَعْرِفْ لَهُمْ مُخَالِفًا فِي عَصْرِهِمْ ، فَيَكُونُ إجْمَاعًا
“Kami
tidaklah mengetahui adanya perselisihan di masa sahabat mengenai ayat ini
sebagai ayat sajadah. Maka ini menunjukkan bahwa para sahabat telah berijma’
(bersepakat) dalam masalah ini.” (Al Mughni, 3/88)
Demikian
pembahasan mengenai sujud tilawah. Semoga risalah ini bisa menjadi ilmu
bermanfaat bagi kita sekalian. Ya Allah, berilah manfaat terhadap apa
yang kami pelajari, ajarilah ilmu yang belum kami ketahui dan tambahkanlah
selalu ilmu kepada kami.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Artikel www.rumaysho.com
Muhammad Abduh
Tuasikal
No comments:
Post a Comment